Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sejatinya setiap orang sudah memiliki Hak Asasi Manusia sejak lahir. Untuk melindungi Hak Asasi Manusia tersebut, perlu adanya penegakan yang dilakukan oleh berbagai pihak. Dalam hal ini, Indonesia telah berupaya dengan memasukan Hak Asasi Manusia dalam kurikulum pelajaran, membuat undang-undang, membentuk Komisi Nasional, membentuk pengadilan Hak Asasi Manusia, dan lain-lain. Meskipun demikian, saat ini di Indonesia penegakan Hak Asasi Manusia masih belum mengalami kemajuan. Penegakan yang dilakukan pemerintah masih belum tegas. Banyaknya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjadi bukti bahwa penanganan yang dilakukan pemerintah masih kurang tegas. Ditambah, saat ini telah terjadi Pandemi Covid-19 yang memperburuk keadaan Indonesia tak terkecuali pada Hak Asasi Manusia. Adanya Covid-19 membuat tantangan Hak Asasi Manusia makin berat karena berpengaruh dalam penegakan, jaminan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi Hak Asasi Manusia. Salah satu bagian yang sensitif pada Hak Asasi Manusia saat pandemi Covid-19 ini, yaitu kebebasan akses informasi penting dan kebebasan berekspresi, seperti hak untuk menerima, mencari dan menyampaikan informasi dalam bentuk apapun tanpa memandang batasan apapun. Terbatasnya ruang gerak tidak menghalangi masyarakat dalam berekspresi. Mereka bebas berekspresi tanpa batasan yang dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan baru ketika dilakukan seenaknya, seperti pencemaran nama baik orang itu, Hak atas kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya terpenuhi dengan baik. Padahal Hak atas kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang di miliki sejak lahir, sehingga pemerintah wajib menghormati dan melaksanakan Hak asasi tersebut. Namun, hal tersebut masih terjadi, ini dikarenakan ketidaktegasan aparat pemerintah dalam mengatur kebijakan. Sehingga mengakibatkan sebagian masyarakat mengalami diskriminasi. Salah satu diskriminasi dalam hal kesehatan adalah pemerintah kurang memperhatikan biaya tes Covid-19 dan perawatan bagi orang yang terkena Covid-19. Mahalnyaa biaya yang dikeluarkan tentu menjadi permasalahan bagi masyarakat menengah ke bawah karena mereka tidak dapat merasakan pelayanan kesehatan. Seharusnya perlindungan hak atas kesehatan harus merata ke semua lapisan masyarakat dan dapat terjangkau bagi masyarakat miskin. Diskriminasi juga bukan hanya karena ketidaktegasan pemerintah saja, tetapi juga dari masyarakat itu sendiri. Sebagai contoh orang yang terdeteksi terkena Covid-19 akan mengalami diskriminasi dari masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar cenderung menjauhi dan memberi sanksi sosial. Hal ini menyebabkan orang yang terkena Covid-19 dianggap aib bagi keluargannya. Setelah melihat beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang pemerintah lakukan untuk menangani Covid-19 saat ini, kurang memakai pendekatan Hak Asasi Manusia. Pemerintah cenderung memikirkan bagaimana Covid-19 dapat berhenti sehingga kurang memperhatikan Hak Asasi Manusia. Mahalnya biaya tes Covid-19 dan pengobatannya perlu dikaji ulang agar lebih bisa merata ke seluruh kalangan baik bagi masyarakat menengah ke atas maupun bagi masyarakat menengah ke bawah. Dengan adanya Covid-19 ini seharusnya aparat lebih bekerja keras dan tegas dalam menangani permasalahan. Ketegasan ini sangat penting bagi kelangsungan hak asasi manusia. Jika tidak tegas dalam mengatasinya maka akan berakibat pada timbulnya pelanggaran Hak Asasi Manusia semakin banyak, terjadi genosida, banyak pembunuhan sehingga kehidupan manusia selanjutnya kurang terjamin. Sikap toleransi juga perlu ditegakkan karena dapat mengurangi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Lihat Kebijakan Selengkapnya
Majelis Perserikatan Bangsa Bangsa PBB menetapkan tanggal 10 Desember sebagai peringatan Hari Hak Asasi Manusia HAM setiap tahun secara internasional di seluruh dunia. Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB mengadopsi Universal Declaration of Human Rights UDHR atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. UDHR menjelaskan bahwa semua orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum tanpa diskriminasi terlepas dari ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, politik, kebangsaan, property, dan kelahiran. Seluruh negara dunia termasuk Indonesia memperingati hari HAM Internasional pada 10 Desember. Namun, penegakan hukum atas kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia dinilai masih jauh panggang dari api. Minimnya data dan dokumentasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM mencatat ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum tuntas. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi di beberapa provinsi di Indonesia pada belasan, bahkan puluhan tahun silam. Sebut saja peristiwa 1965-1966 dan kerusuhan Mei 1998, tragedi Simpang KKA di Aceh pada tahun 1999, tragedi Paniai Papua tahun 2014, Peristiwa Trisakti - Semanggi I - Semanggi II tahun Harsono, aktivis dan peneliti di Human Rights WatchFoto DW Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia hingga kini belum juga terselesaikan, salah satunya yaitu minimnya data dan dokumentasi jumlah korban, ujar Andreas Harsono, peneliti Indonesia untuk Human Rights Watch HRW. HRW adalah organisasi internasional nonpemerintah yang melakukan penelitian dan advokasi tentang HAM. "Tidak ada data tentang orang dibunuh, diperkosa, dianiaya, disiksa. Ada data tapi sedikit. Tidak ada tradisi melakukan dokumentasi," kata Andreas saat ditemui DW Indonesia di kediamannya. Ia mencontohkan konflik antaretnis di Kalimantan yang terjadi selama bertahun-tahun dan menewaskan ribuan orang Madura. "Kuburannya di mana saja kita tidak tahu," kata Andreas kepada DW Indonesia. Dia menambahkan hal tersebut terjadi karena tidak ada hukum yang menekankan pentingnya dokumentasi. Kualitas SDM berpengaruh Kualitas aparat negara seperti polisi atau jaksa menjadi salah satu penyebab lambannya penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia, kata Andreas. Selain itu, yang juga tidak kalah pentingnya adalah kualitas wartawan. Ia berpendapat bahwa pemahaman wartawan di Indonesia terhadap standard HAM masih relatif rendah. Padahal, jurnalisme memegang peranan sangat penting dalam penegakan hak asasi. "Apabila wartawannya kurang bermutu, mutu informasi yang diberikan kepada masyarakat publik juga kurang," jelas Andreas. Kualitas informasi yang rendah menghasilkan pembentukan opini publik lemah dan bisa berakibat pada lemahnya demokrasi. Cukup banyak wartawan yang ia nilai masih kesulitan membedakan antara identitas dan profesi mereka. "Wartawan Indonesia juga banyak yang bias. Bias itu ada suku, agama, daerah mereka sendiri," ungkap Andreas. Mengadu ke publik internasional Pada tahun 2015, para keluarga dan korban persekusi serta pembantaian tahun 1965-1966 membawa kasus tersebut ke panggung internasional melalui International People's Tribunal 1965 IPT65 di Den Haag. Putusan "pengadilan" tersebut menyatakan pemerintah Indonesia harus segera meminta maaf dan menginvestigasi semua kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan di Indonesia. Namun, "putusan" dari International People's Tribunal tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena berada di luar negara dan lembaga formal seperti PBB. Kendati demikian, para korban pelanggaran HAM berat di Indonesia bisa mengupayakan langkah hukum ke ranah internasional yang mengikat, kata Andreas. Ada berbagai mekanisme internasional yang bisa digunakan untuk mengusut kejadian masa lalu dan sekarang. "Misal, besok saya ditangkap jadi tahanan politik. Dihukum oleh pengadilan negeri berapa tahun gitu, saya bisa banding masih disalahkan pokoknya sampai final masih disalahkan. Saya bisa banding ke PBB," Andreas mencontohkan. Selain itu, dia menambahkan bahwa yang lebih substantial adalah bagaimana Indonesia menjalankan rekomendasi-rekomendasi PBB dalam forum yang disebut Universal Periodic Review UPR di Jenewa, Swiss, yang lebih mengikat bagi setiap negara anggota PBB. Mengutip dari laman United Nations Human Rights Council, UPR adalah proses peninjauan ulang catatan HAM dari semua negara PBB. Setiap negara memiliki kesempatan untuk menjelaskan Tindakan apa yang telah diambil untuk memperbaiki situasi HAM dan memenuhi kewajiban HAM di tiap negara. Tujuan mekanisme ini adalah untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di semua negara dan mengatasi pelanggaran HAM di mana pun itu baru KUHP Tanggal 6 Desember 2022 menjadi lembaran baru bagi sistem hukum di Indonesia setelah Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI menetapkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP. Kitab hukum pidana yang baru ini akan mulai berlaku tiga tahun terhitung sejak diundangkan, yaitu pada 2025. Pengesahan KUHP tersebut menuai kritik dari masyarakat dan interupsi dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Sementara pemerintah dan DPR mengatakan telah mengakomodasi masukan dan gagasan dari publik dan berbagai pemangku kepentingan di Indonesia. Namun Andreas mengutip salah satu di antara sekian pasal yang berpotensi memicu pelanggaran HAM berat di masa depan, yakni tentang makar. Draft RUU KUHP versi Sidang Paripurna tanggal 6 Desember 2022, tentang Tindak Pidana Makar, pasal 191berbunyi "Setiap Orang yang melakukan Makar dengan maksud membunuh atau merampas kemerdekaan Presiden dan/atau Wakil Presiden atau menjadikan Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan, dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun. "Ngomong Papua merdeka bisa kena 20 tahun," sesal Andreas. Selain itu, dia menilai pasal-pasal lain yang rumit dan bisa memberatkan yakni mengenai pasal-pasal living law, atau hukum yang hidup di masyarakat, karena hukum tersebut tidak tertulis. "Ini merupakan bencana yang diciptakan oleh manusia. Ini jadi senjata atas nama agama, atas nama moralitas," ujarnya. "Misal saya tidak setuju dengan pacar anak saya. Saya ngomong ke anak saya agar dia putus. Dia ga mau. Saya laporin ke polisi mereka melakukan perzinahan, kumpul kebo. Hancur 'kan mereka," ia mencontohkan. ae/hp
Nama: Diyana Yasmin Putriani NIM : V1521015 Contoh ATHG yang saya ambil yaitu tindakan separatis yang termasuk dalam Ancaman,tantangan,Hambatan,dan Gangguangn di bidang ketahanan dan keamanan Negara.Separatis adalah tindakan-tindakan secara terencana yang berkaitan dengan keinginan untuk memisahkan diri dari suatu kelompok atau persatuan HAM belum menjadi dasar penyelenggara negara dalam mengambil kebijakan, seperti UU Cipta Kerja yang dinilai mengandung pelanggaran HAM. Polisi, perusahaan/korporasi, dan pemerintah daerah paling banyak diadukan ke Komnas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia DUHAM pada 10 Desember 1948 silam, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari HAM Internasional. Secara global, HAM terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Saat ini berkembang keamanan digital dan hak privat atas data. Selain mengalami kemajuan dan perkembangan, pelaksanaan HAM global juga menghadapi tantangan seperti konflik dan perang di sebagian negara terutama di wilayah timur tengah.“Selain perang fisik, sekarang juga berkembang ancaman perang yang lebih canggih yakni perang digital di dunia maya. Ini salah satu tantangan penegakan dan perlindungan HAM,” ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara ketika dihubungi, Rabu 9/12/2020.Dia menegaskan secara umum perkembangan HAM di Indonesia menghadapi beragam tantangan, misalnya soal kesetaraan, kemanusiaan, keadilan, dan perlindungan kelompok minoritas. Kebebasan berekspresi juga menjadi sorotan belakangan ini. Beka mengingatkan sekalipun kebebasan berekspresi dijamin konstitusi, tapi ada batasnya yakni tidak merendahkan martabat manusia seperti fitnah, hoax, SARA, dan membahayakan keamanan lain yang penting menjadi perhatian berasal dari penyelenggara negara. Dia menilai penyelenggara negara belum menjadikan HAM sebagai dasar dalam pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah. Terkait pengaduan, periode Januari-Agustus 2020 Komnas HAM menerima pengaduan. Lembaga yang paling banyak diadukan yakni Polisi, perusahaan/korporasi, dan pemerintah daerah pemda.“Polisi paling banyak dilaporkan karena mereka garda terdepan keamanan dan penegakan hukum, sehingga mereka sering berhadapan dengan masyarakat,” kata Beka. Baca Juga Catatan Minus terhadap Perlindungan Pembela HAMPerusahaan/korporasi menempati urutan kedua lembaga paling banyak diadukan ke Komnas HAM. Kasus yang diadukan misalnya terkait sengketa tanah dan penggusuran; ketenagakerjaan; utang-piutang; masalah putusan pengadilan; pencemaran lingkungan; dan pelanggaran administrasi ketiga lembaga paling banyak diadukan yakni pemda. Persoalan yang diadukan antara lain mengenai sengketa agraria dan penggusuran; pelanggaran administrasi pemerintahan; sengketa kepegawaian; intoleransi; pelayanan kesehatan; dan pelaksanaan putusan pengadilan. TANTANGANPENEGAKAN HAM DALAM ARUS POLITIK PRAKTIS DI INDONESIATidak semua upaya penegakan HAM di Indonesia berjalan baik dan mulus. Banyak sekali tantangan dan hambatan yang dihadapi negara Indonesia dalam upaya menegakkan HAM. Indonesia sendiri mengalami kesulitan yang berat karena harus berhadapan dengan beberapa faktor dan kondisi-kondisi yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip peraturan perundang-undangan yang ada. Dalam pelaksanaannya, upaya penegakan hak asasi manusia di Indonesia sering mengalami tantangan dan hambatan sebagai berikut. Kondisi sosial-budaya yang berbeda sebagai konsekuensi logis dari bentuk negara kepulauan, yang juga memiliki banyak adat dan budaya. Sebagai negara kepulauan yang besar tentu membutuhkan cara untuk menyampaikan informasi secara merata kepada masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan komunikasi yang baik melalui cara personal maupun teknologi. Komunikasi dan informasi inilah yang kemudian menjadi hambatan dalam pemajuan dan penegakan HAM. Untuk mengatasi permasalahan di negeri ini, pemerintah tidak jarang mengambil kebijakan yang dapat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dibuatnya peraturan perundangan bertujuan untuk mengatur hak-hak manusia agar tidak saling bersinggungan. Namun, dengan adanya sejumlah peraturan perundangan yang diambil dari konvensi internasional, tidak seluruh klausul dalam konvensi tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia. Hal ini mengakibatkan pelanggaran HAM masih sering terjadi. Tidak hanya pemerintah dan peraturan perundangan yang mengatur persoalan HAM, aparat dan penindaknya sebagai eksekutor memiliki faktor penting dalam penegakan HAM. Penindakan yang lemah mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melanggar hak orang lain. Rendahnya pemahaman warga negara tentang arti penting HAM. Akibatnya, masih sering dijumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan warga negara, seperti pencurian, penodongan, penganiayaan ringan dan sebagainya. Rendahnya kualitas mental aparat penegak hukum di Indonesia sehingga korupsi dan kolusi masih dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum. Lemahnya instrumen penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Masalah penegakan HAM di Indonesia tidak hanya bergantung pada peran pemerintah, tetapi juga pada peran serta warga negara. Keberhasilan penegakan hak asasi manusia sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut. Instrumen HAM peraturan-peraturan yang berhubungan dengan HAM. Aparatur pemerintah, seperti kejaksaan, kepolisian, kehakiman, dan sebagainya. Proses peradilan hak asasi manusia, seperti tata cara penangkapan, perlindungan saksi, dan sebagainya. Sumber Buku Ajar PPKn Semester 1 Kelas 10 SMA/SMK Kurikulum 2013 dengan pengubahan. Terima Kasih Atas Kunjungan Anda Judul Tantangan dan Hambatan Penegakan HAM di Indonesia Diterbitkan Oleh Muhammad Thomas Wildan Jika ingin mengutip artikel ini, dimohon untuk mencantumkan link yang menuju ke artikel Tantangan dan Hambatan Penegakan HAM di Indonesia. Terima kasih.
z3slQbE.